Caleg level 2009

By Golfing Enthusiast on 12.27

Filed Under:

Aku pada mulanya hanya berandai dan berbuat seadanya. Seperti nasehat orang tua-tua ‘’apa salahnya untuk mencoba daripada diam tentu takkan pernah ada.’’ Atau kata-kata pengarang buku-buku laris jangan katakan ‘tak bisa,’ tapi katakan ‘belum bisa,’ dan kini saatnya mewujudkan yang belum bisa itu.

Perjuangan dan berbagai proses menempuh pendidikan telah aku jalani. Di pemilu awal reformasi aku telah berangan ingin menjadi anggota dewan yang terhormat. Yakni kala pemilu dipercepat tahun 99. Manalah mungkin, aku baru menginjak dewasa. Lagi pula ekonomi dan statusku belum memungkinkan untuk itu.


Aku pada mulanya hanya berandai dan berbuat seadanya. Seperti nasehat orang tua-tua ‘’apa salahnya untuk mencoba daripada diam tentu takkan pernah ada.’’ Atau kata-kata pengarang buku-buku laris jangan katakan ‘tak bisa,’ tapi katakan ‘belum bisa,’ dan kini saatnya mewujudkan yang belum bisa itu.

Perjuangan dan berbagai proses menempuh pendidikan telah aku jalani. Di pemilu awal reformasi aku telah berangan ingin menjadi anggota dewan yang terhormat. Yakni kala pemilu dipercepat tahun 99. Manalah mungkin, aku baru menginjak dewasa. Lagi pula ekonomi dan statusku belum memungkinkan untuk itu.

Beberapa tahun kemudian setamat kuliah, ibarat taman bunga yang makin asri dan menyejukan mata. Aku menapaki ‘’tapak delapan’’ di Kota Batam ini. Bekerja dalam usaha keluarga yang telah sukses membuatku makin mudah menggapai kehidupan yang layak.

Aku akui, melalui jenjang-jenjang pendidikan tiada menemukan kendala yang berarti. Itu berkat motivasi orang tua yang sangat sadar arti pendidikan. Kalau tidak, manalah mungkin aku pakai gelar di belakang namaku.

Kini kemandirian telah tercapai, juga kuakui dari kekuatan keluarga yang senantiasa mendukung gairah entrepreneurship-ku. Bersama dukungan itu yang aku ‘manut-i’ akupun bisa menapak gemerlap mobilitas gairah kota ini. Sampai akhirnya terpesona testemonial lingkungan harapan menjadi publik figur.

Empat tahun jadi kader yang loyal dan berusaha merobah diri agar lebih anggun, akupun kini mencoba menarik simpati pada salah satu partai yang pernah menang di kota ini. Selain karena bakatku, dukungan saudara yang telah eksis makin mengokohkan sebuah kepercayaan partai kepadaku. Jadilah aku salah seorang caleg yang di posting di nomor urut yang baik.

Di pemilu inilah saatnya aku untuk keluar kandang. Lama terkurung dalam posisi kehidupan swasta tanpa berlakon sosial masyarakat, tentu banyak yang belum begitu kenal sosokku. Ini saat yang baik jika ingin berlakon sebagai pemain sungguhan dan dapat menentukan gairah keinginanku dan orang lain di sisi lain yang pernah terangankan.

Selama ini aku cukup rajin membaca, meskipun apa yang dibaca masih tebang pilih atau seringkali bacaan itu tidak sempat ditamatkan. Kadang apa yang dibaca tinggal dibacaan tanpa pengertian dan adanya daya kritisi terhadap apa yang kubaca. Dengan demikian kadang perkembangan terkini yang dihebohkan elit tertentu tidak dapat menyentuh pikiranku. Namun walau begitu, aku juga ingin meniru berbagai ‘plesetan’ orang-orang yang selalu masuk koran itu.

Dibalik rajin membaca, aku belum begitu tertantang merasuki dunia maya dengan baik lebih awal. Rekan-rekan telah lama bergelut dengan berbagai informasi, dan berbagai layanan sosial networking, tapi aku masih bergelut dengan hobby lama yang kadang tidak begitu bermamfaat.

Akhirnya Agar terlihat sebagai caleg level kota yang tidak gagap teknologi, atas saran teman aku terpaksa juga memasuki dunia virtual. Aku sudah memiliki E-mail yang dibuatkan, bisa chatting, dan akupun akhirnya punya blog yang masih bolong.

Keberhasilan Barack Obama dalam kampanye online di jejaring sosial petemanan baru aku sadari kemudian. Disini aku mencoba meng-upload teman sebanyak-banyaknya. Tak jarang saya add as friends mala teman yang bukan dari dapilku. Sedikit kesal, uda terlanjur biar aja.

Pada mulanya aku tidak tau maafaat ini, di inbox emailku rupanya uda lama ajakan bergabung di fb dari teman yang sempat aku beritahu, bahwa aku sekarang uda punya email. Tapi baru sekarang pula aku mengerti mamfaatnya. Bagaimana nanti bila ku sudah menjadi anggota dewan. Apakah aku bisa belajar sendiri dengan cepat untuk mengatasi setiap masalah kenegaraan yang kadang begitu rumit dan bertubi, kadang butuh aktualisasi dan penanganan yang cepat.

Atau memahami banyak istilah penting dalam sistem pemerintahan. Jangan-jangan nanti aku gagok, telat pikir, dan lemot. Orang bilang ‘pustu’ aku tidak tau kepanjangannya itu adalah puskesmas pembantu. Maka dari itulah aku mulai banyak membaca dalam segala hal. Mana tau nanti istilah-istilah itu ditemukan bila saya terpilih nanti.

Beberapa istilah bahasa asingpun tidak kulewati begitu saja. Aku beli kamus, aku cari persamaan dan arti dalam bahasa indonesia. Kata orang ‘’ praktis pakai kamus digital di hape saja.’’ Tapi aku tak paham bagaimana mendapatkannya. Apalagi mendengar katanya bisa chatting, browser, dan facebook, dari hape. Aku belum tau cara settingnya. Sedangkan untuk bertanya, aku selalu malu-malu kucing. ‘’Makan tu malu..’’ Pernah seorang teman dekat mengingatkan.

Sekarang hobby aku makin banyak. Kadang dipaksakan hobby agar kelihatan sealiran. Maka akupun jadi suka bola, sekedar bisa mengikuti cerita gol-gol idola mereka, ikut jadi anggota bulu tangkis ketika ingin mencari teman di suasana ini. Begitu pula ada acara keolahragaan pemuda aku katakan ‘’Olaraga ini sangat bagus.’’ Padahal dulu aku menyebut olahraga ini hanya buang waktu karena terlalu berlebihan. Sekarang terpaksa aku dukung, akhirnya berujung keluarnya duit dari dompetku untuk mendanai kejuaraan antar RT.

Di fb akupun menohok aktif mempopulerkan diri sendiri. Tak lupa beberapa ayat-ayat illahi dan sabda-sabda dari perawi sabda terpercaya, aku jadikan pembenaran dari ajakanku. Semua itu aku dapatkan dengan membeli buku-buku agama. Aku ragu, apakah aku mengutip dan memahami pengertiannya dengan fasih dan baik atau tidak. Begitu juga di status tak lupa aku wacanakan hasil pemikiranku, walau aku selalu berpikir dan merenung lama status yang aku tulis masih terkesan biasa saja dan masih banyak yang plagiat.

Tak lupa pula di fb aku sebutkan apa-apa saja kebaikan yang pernah aku lakukan. Salah satunya sebagai tokoh muda yang peduli kepedihan rakyat. Aku tidak meyadari bahwa yang berjuang untuk rakyat nanti bukan aku saja. Dan dana yang akan aku gunakan membantu rakyat nanti bukan semata aku sendiri yang akan memutuskan tapi banyak anggota yang lain dengan berbagai kepentingannya.

Di masa tenang kampanye, akupun tetap bergiat di dunia maya, aktualisasi diri dan partai. Intinya kamilah yang terbaik, bisa berbuat, dan anti korupsi. Padahal sebenarnya media elektronik juga dapat dijadikan barang bukti seagai sebuah pelanggaran. Aku abaikan itu.

Di antara sekian banyak yang mendukung, kutemukan pula yang pesimistis dengan keadaanku. Saking terlalu asik menulis status tanpa terasa akupun telah menularkan kebodohanku pada yang lain. Lebih banyak kritikan daripada mendukung status yang aku tulis. Barangkali status yang aku tuliskan terkesan kuno dan masih dangkal.

Agar lebih cepat dikenal, akupun membuat beberapa pamflet, stiker, kalender dan baliho. Disitu disebutkan bahwa aku ini putra daerah. Padahal aku tahu. Beberapa tokoh yang mengangkat status ini pernah gagal. Tapi sepertinya aku belum percaya kegagalan itu karena ia mengusung sebagai putra daerah.

Ada 2 buah baliho yang aku pesan besar dan ditancapkan dekat parit di tepi jalan. Pergi kerja aku selalu melewatinya dan tak lupa kuucapakan salam pada photoku sendiri ‘’Semoga dirimu sukses.’’ Tapi kulihat, photo di baliho itu makin memudar. ‘’Semoga tidak sepudar hati orang yang kan memiliki’’ ujarku dalam letoi sayu, ada rasa ketidakyakinan.

Tak merasa cukup, akupun mendatangi beberapa pulau dan memberi bantuan ala kadarnya. Tak lupa pula aku menghadiri beberapa perkumpulan daerah lain di kota ini. Sekurang-kurangnya mengajak doa dan makan bersama. Biayanya tentu aku yang tanggung.

Akupun sering ragu dan merunduk tunduk bertopang dagu, dari sekian banyak yang hadir entah berapa banyak yang akan benar-benar mendukungngku. Teringat masa lalu yang dulu selalu sinis terhadap caleg yang seperti kulakukan. Aku kuatir akan menimpaku juga.

Kadang pada seuatu acara ada juga semangat masyarakat kelihatan cukup berlebih mendukungku. Maka akupun jadi semangat dan tak jarang aku katakan dalam hatiku’’harapan itu masih ada.’’

Demi persepsi positif, Sekarang aku harus mulai ramah kepada siapapun. Sifat cuek watakku mulai mengarah natural elok dan simpatik. Mana tau sifat ini nanti akan menaikkan pamorku di mata konstituen. Akupun sering menyambangi masyarakat di kedai kopi, mesjid dan pengajian-pengajian.

Tak lupa pula para saudara, teman, kenalan yang satu dapil semuanya telah aku ingatkan. Tentu tak lupa pula mengingatkan karyawan yang bekerja denganku. Agar siap-siap menyoblos, eh.. ini yang aku selalu salah, menyontreng kataku mengulangi kesilapanku , tepat namaku atau nomor urutku.

Kala sunyi menjelang tidur, Akupun bertanya pada diriku. Apa nanti yang bisa aku perbuat di dewan nanti. Apa benar untuk memperjuangkan rakyat atau hanya ingin jabatan dan fasilitas dari jabatan itu. Pada awalnya, benar idealisme itu masih ada. Tapi apa yang mesti aku perbuat. Selama ini saya belum pernah berbuat-apa-apa. Maklum masih sibuk dengan metropolis yang bergerak dinamis searah pergerakan status ekonomiku. Aku baru menikmatinya dan ingin menikmatinya kelain hari, ke lain waktu, dan ke lain tempat yang lebih jauh. ‘’Ah, aku ingin ikut studi banding itu.’’

Demi itu semua, tabungganku separohnya telah aku pertaruhkan plus mobil yang satunya, demi kursi yang belum pernah kulihat dan sekarang bukan sekedar ingin melihat, tapi sekaligus mendudukinya ‘’empuk’’ kata mereka selama ini. Demikian juga dengan segala fasilitas di samping kursi itu, atau yang akan datang menawarkan ‘piti-piti’ ke meja teman kursi itu.

Toh, duit yang kudapat ini juga berasal dari negara juga, dari keuntungan beberapa proyek yang aku dapatkan juga dari rekomendasi teman-teman yang telah duluan duduk di kursi-kursi empuk itu.

Mendekati hari H akupun makin sibuk dengan perasaan yang racau-marau. Rapat-rapat penting selalu aku ikuti baik siang ataupun malam, tak jarang sampai larut demi mempelajari kelemahan dan trik-trik partai lain dalam mendulang emas suara. Demikian juga agar suara kudapat nanti tidak hilang, kalau ada peluang hendaknya bisa bertambah.

Begitu juga dengan tim-tim suksesku. Selalu aku manjakan dengan beberapa kebutuhan untuk selalu menyenangkan hatinya agar loyal dan selalu semangat mencari pengikut setia.

Aku sempat jengkel dengan salah sorang tim suksesku yang sepertinya kelebihan akal dariku. Begitu banyak usulan ini-itu darinya. Masuk akal juga sih..segala usulannya, tapi ujung-ujungnya menguras energi dan dompetku. Salah satunya berbagai atribut kampanye. Ia yang mengurus, menyebarkan, dan mengatur pemasangannya dengan beberapa ‘kaki’ yang menjadi ‘anak buah’nya.

Tapi idenya yang satu ini perlu kupertimbangkan masak-masak. Meniru serangan fajar soeharto. Aku kuatir yang akan kucurahkan nanti apa benar-benar akan sampai. Jangan-jangan separoh masuk ke kantongnya lagi.

Hari H pemilu legislatif telah dilalui. KPPS menghitung suara lembur sampai larut malam di setiap TPS. Satu demi satu TPS aku sambangi dengan hati was-was, selalu bertanya dengan saksi-saksi partaiku. Aku tidak bisa tidur malam ini. Aku tidak selera makan, banyak minum dan merokok yang hanya beberapa kali isap langsung kubuang.

Sampai beberapa hari pun demikian, perhitungan quik count yang katany cukup akurat sebagai perbandingan semakin membuat hatiku gusar tak menentu. Bermacam-macam bisikan merasuk dalam hayal pikiranku. Kadang aku terlena dalam pandangan kosong hilang timbul berjenak pusing melayang hilang, kemudian tersadar lagi dan kepala aku gelengkan, tangan aku cubit. Ya..aku masih sadar.

Kata istriku ‘’Di pagi yang cerah aku makin rajin.’’ ‘Pekerjaan aku sebagai istri semuanya ia bantu, Biasanya ia pantang mencuci, kok tumben pagi lalu ia mencuci pakaian anak-anaknya.’’

Bila ke tempat kerja, anak buahku menjadi heran. Begitu juga dengan tim suksesku, rekan-rekan dekatku, katanya aku mengalami perubahan.

Sekarang aku jadi lebih pemberani, aktif dan berkesan tanpa lelah. Keringat dingin selalu menyertai kesibukanku yang banyak sepele. Juga berani dan tak segan menyinggung perasaan teman-teman dan keluargaku. Aku seolah menjadi seorang raja di semua waktu yang kurasakan semuanya milikku.

‘’Bang, kita ke dokter ya bang’’ Ajakan istriku yang lembut kudengar kasar. ‘’Aku tidak sakit, kok diajak berobat’’ Aku membela diri tanpa merasakan apa yang mereka rasakan atas perubahan diriku.

Keluarga besarku berkumpul. Kudengar ada yang mengusulkan ke dukun, juga ke dokter spesialis. Akhirnya, aku menurut juga pada keluarga dan seolah membuktikan pada mereka bahwa aku tidak sakit, tidak terjadi apa-apa denganku.

Satu bulan kemudian aku makin kurus. Kelelahan dan rasa malu mulai kurasakan. Apa yang terjadi mulai sedikit bisa kuingat-ingat. Ya..Tuhan, ternyata aku telah mengalami stress psikotrik yang berat.

Batam, 14 April 2009

Oleh Agus Hnedri

0 komentar for this post

Posting Komentar

terima kasih