Dulu Celana Pendek Sekarang Celana Panjang

By Golfing Enthusiast on 19.45

Filed Under:

Berteman 2 etalase dan casing-asing hape murah sebagai peramai. Iapun begitu rajin dan teratur menunggu counter hingga malam terasa penat setelah karyawan pulang.

Berhasilkah? Jelas berhasil. Dapat ditandai wajahnya makin jarang terlihat di counter induk pertama. Ini menandakan betapa sibuknya ia kesana-kemari mengunjungi setiap counternya yang masing-masing telah diberi kuota penjualan.


Empunya counter pulsa itu pertama kali datang ke kota ini hanya dengan celana pendek. Umur sekitar 30-an. Warga tionghoa dan bersikap sederhana juga ramah. Iapun memulai membuka usaha voucher dengan ‘nebeng’ di sudut ruang sebuah kedai kopi.

‘’Bos kok senang kali celana pendek, sih,’’ Protes seorang karyawan pertamanya. ‘’We-we-we, sebelum karyawanku di atas 20 orang saya belum akan pakai celana panjang,’’ begitu jawabnya simple tapi merupakan lecutan sebuah target besar.

Berteman 2 etalase dan casing-asing hape murah sebagai peramai. Iapun begitu rajin dan teratur menunggu counter hingga malam terasa penat setelah karyawan pulang.

Biasa sebagai pendatang baru iapun tak tau diri dan membanting harga. Kala itu, pasaran voucher 50/60 berani ia jual 50/55, plus satu buah pulpen murahan. ‘Terbertik’ kabar kemana-mana, pembeli tercenung karena selama ini terasa dibohongi oleh pemain lama. Rabat 5000 itu sangat besar.

Tentu pembeli makin tertarik atas ketulusannya menurunkan harga pasaran. Sekaligus kata omelan pemain lama terasa aib keuntungan mereka selama ini ditelanjangi.

Amankah ia? Biasalah bila nak jadi ‘orang pasar’ kadang ada iri dengkinya. Iapun dapat melaluinya dengan mendekati orang-orang tertentu dan jaminan bosnya. Sebagaimana kita tau bisnis ini bisa dijalani berantai ala MLM. Ada link bersama jaringan.

Ia termasuk link (tautan) yang sangat dipercayai bosnya. Jadilah ia motor penggerak tanpa modal dengan kesediaan pulsa yang bertumpuk. Target dari bos pun harus dituntaskan.

Bagaimana ia menuntaskan persediaan dan kepercayaan yang diberikan itu? Yaitu seperti membanting harga tadi. Sepertinya dia tanpa terikat kodek etik anti dumping internasional (he-he-he) dan aturan esensi agama.

Selanjutnya iapun membuka gerai hampir disetiap sudut yang ramai dilewati orang. Satu gerai ia tampilkan 1 karyawan. Jika gerai itu oke, maka 2 karyawan ia tampilkan. Tentu saja karyawati yang cantik dan menarik. Gaji yang diberikannya pun lumayan mendekati UMK.

Tidak puas hanya dengan menjual pocer. Di gerai utama ia layani jasa servive hape. Tenaga yang handal melebihi ilmunya ia rekrut. Dan ilmu mereka tak berlalu begitu saja dari pandangan kepintarannya. Tanpa disadari ilmu itu akan berpindah padanya dengan cepat. Itu yang utama baginya.

Deretan etalase yang memajang di toko pocer, tak lupa pula ia isi dengan penjualan hape baru dan seken. ‘’Ini lumayan bos, laku satu satu hari uda dapat menolong gaji karyawan.’’ Katanya suatu waktu.

Di tahun itu juga ia merambah daerah lain. Hampir setiap kota kecil sebagai satelit kota utama ia wacanakan miliki satu counter. Termasuk di pelabuhan laut.

Berhasilkah? Jelas berhasil. Dapat ditandai wajahnya makin jarang terlihat di counter induk pertama. Ini menandakan betapa sibuknya ia kesana-kemari mengunjungi setiap counternya yang masing-masing telah diberi kuota penjualan.

Terlihat begitu mudah ia mengelolahnya. Jelas, yang dijual berbentuk data digital yang bisa disuplai kapan saja.

Dimana letak keberhasilannya? Hemm, pertama tentu saja menjalani kepercayaan bos penyuplai pulsa dengan baik. Seterusnya kita pun tidak tau rahasia lain yang dimilikinya.

Yang jelas dalam usaha ini ia tidak cukup dengan seorang ‘bos.’ “Tidak bisa dengan satu bos,’’ Katanya. ‘’Setiap ‘bos’ kadang sempat juga macet melayani suplai ke kita. Nah, bos yang lainnya jadi alternatif stok.’’

‘’Bukankah ‘bos’ utama, bos telah memodali dengan baik, bagaimana kalau dia komplain penjualan bos terlihat menurun?’’ “Iya, betul makanya saya atur jatah untuk masing-masing ‘bos.’

‘Bos’ sebagai penyuplai utama tetap dijualkan dengan porsi terbesar di counter kita.’’ Begitulah sedikit rahasia yang sempat terbersit darinya.

‘’Terus apalagi, bos?’’ ‘’Saat penjualan pulsa macet misalnya ketika lebaran, dan kita masih punya stok, tetap kita jual dengan harga biasa pada pelanggan.’’ ‘’Begitu juga terhadap pelanggan yang kita percaya, kita berani memberi hutang kepadanya. Tapi mesti diperingatkan dulu, jangan bilang siapa-siapa bisa hutang disini.’’

“He-he, mantap juga pesan bos.’’ “Ya, kita mesti pelajari karakter pelanggan. Karakter itu juga kita bilang sama karyawan. Itu agar melayaninya dengan cara terbaik.’’

‘’Adakah perbedaan harga terhadap pelanggan yang terlihat loyal atau tidak?’’ ‘’Kadang-kadang, pelanggan yang betul-betul loyal dan royal sedikit kita beri kemiringan harga.’’

‘’Pelanggan yang mau berlama-lama di counter kita juga kita berikan air kemasan gelas, he-he.’’

‘’Bila tanpa sengaja duduk dan makan bersama di suatu tempat, saya lebih dahulu membayarkan mereka. Kadang tak jarang pelanggan yang terasa akrab saya ajak ke kedai kopi.’’

Wah-wah, segelas kopi yang dibayarkan akan kembali dengan membeli vocher beberapa kali padanya. Mungkinkah begitu akalnya? Entahlah.

Yang jelas, makin ia sukses, makin jarang pula terlihat di kota ini. Counter utama dan beberapa counter sudut lain di kota ini dikelola istrinya dengan baik.

Bila sesekali terlihat, sekarang ia selalu memakai celana panjang. Wow, sepertinya target 20 orang karyawan yang ia citakan telah tercapai. Sekaligus jam berlapis emas yang selalu ia banggakan sebagai aksesoris meyakinkan dirinya.

Batam, 24 Maret 2009

Oleh Agus Hendri

0 komentar for this post

Posting Komentar

terima kasih