Wii, mudah aja! Kalau merebus cabe yang akan dijadikan sambal, tidak boleh ganti-ganti kuali, dan kuali tersebut tidak boleh dicuci. Kenapa? Agar pati-pati bumbu yang dicampurkan bisa larut kembali ke rebusan cabe berikutnya.’’ Begitu candanya dengan kata serius, meyakinkan
Sejak tahun 2000-an nama ayam penyet populer sekali di kota kecil ini. Kenapa disebut ayam penyet? Karena memang ayam yang telah direbus bumbu, kumudian digoreng itu memang dipenyetkan pakai alu batu kecil di landasan papan (slicer).
Ayam penyet kemudian disajikan dengan sepiring nasi. Ditemani lalapan semangi dan mentimun. Jika tidak ada semangi diganti lalapan daun slada.
Pada sambal inilah terletak identitas ketenaran penjual. Jika sambal enak maka ramailah pelanggannya.
Ada 3 pemain yang cukup dikenal dan laris. Si mas Ra yang mengenalkan pertama kali memang bumbu masakannya begitu syur di lidah. Kalau uda biasa dengan sambalnya jangan harap bisa ke lain hati seperti kata lagu itu.
Pelanggan sampai mengabaikan apa yang menjadi kelemahan si mas. Itu karena rasa bumbu racikannya memang sangat oke.
Apa kelemahan si mas ini? Terlihat dari kebersihan yang sangat tidak terjaga. Piring berbau anyir dan berminyak begitu juga gelas suguhan teh dingin gratisnya.
Pernah seorang pelanggannya berkata,’’ Saya uda makan ayam penyet di barisan kaki lima Bandung dan Jakarta, tapi lidahku selalu memenangkan sambal mas ini,’’ begitu kenangnya.
‘’Bagaimana cara mas Ra membuat sambal seenak itu, ya?’’ bertanya pada seorang temannya.
“Wii, mudah aja! Kalau merebus cabe yang akan dijadikan sambal, tidak boleh ganti-ganti kuali, dan kuali tersebut tidak boleh dicuci. Kenapa? Agar pati-pati bumbu yang dicampurkan bisa larut kembali ke rebusan cabe berikutnya.’’ Begitu candanya dengan kata serius, meyakinkan.
‘’Jorok kali itu ahh..’’ Balas pelanggan setia mas Ra tersebut.
Penjual penyet kedua adalah teteh/kakak. Kata bapak seorang perawat,’’ Di teteh itu lebih enak sambelnya, cabenya terasa sedikit pedas,’’ Begitu alasannya memesan buatan teteh.
Yang ketiga adalah mas didik, begitu namanya selalu dipanggil. Walau nama sebenarnya bukanlah itu. Tetapi ia selalu senang dipanggil nama tersebut. ‘’Sedikit kelihatan jantan dengan nama tersebut,’’ ujarnya. Memang mas didik selalu kelihatan tangannya nyeleneh berpaksa seperti tidak pula gaya perempuan.
Apa bahasa sebaik menyebutnya!. Yang jelas ketika menggiling cabe yang telah direbus itu, pinggulnya selalu bergoyang seirama gerak tanggannya memutar alu.
Dalam gilingannya selalu tidak lupa ia campurkan gula kelapa dan sedikit terasi. Itulah bumbu yang beda dari penjual penyet yang lain. Dengan ramuan bumbu ini terbukti pelanggannya selalu ada yang mencari setiap malam.
Kita selanjutnya tidak akan membicarakan apa ramuan racikan bumbu para penjual ayam penyet itu. Tapi membahas bagaimana mereka mengemas karyawan agar betah bekerja.
Hal ini yang pernah ditanyakan teteh sama mas didik yang selalu repot gonta-ganti karyawan.
‘’Kenapa sih, karyawan mas Ra itu begitu betah lama-lama bekerja dengannya. Dengan kita tidak, baru sebulan bekerja uda minta berhenti.’’ Begitu tanya teteh pada orang dekat mas Ra.
‘’Oh, itu yang teteh mau tau. Mas Ra dan istrinya tidak pernah ngomel apalagi marah-marah sama karyawannya ketika di rumah/bekerja.’’ “Begitu, ya. Sederhana kali jawabanmu.’’ Balas teteh.
‘’Iya, kenyataannya memang begitu dia, teh. Ketika sedang bekerja di rumah, ada anak buahnya yang malas-malasan ia biarkan aja.’’ ‘’Rugilah kita punya anak buah begitu.’’ Timpal mas Didik ‘’Tidak, mas Didik. Ia punya trik lain bila melihat karyawannya malas-malasan.’’
‘’Begini triknya, bila hari itu anak buahnya terlihat malas-malasan, sepulang kerja gajinya ia tunda sampai besok. Mas Ra biasa menggaji karyawannya habis pulang jualan..he..he, besoknya anak buahnya tak malas lagi.’’
‘’Mas Ra tau betul kalau karyawan tidak boleh dimarahi.’’ ‘’Ya, juga kali. Saya memang selalu suka ngomel sama karyawanku.’’ Sadar teteh.
‘’Teh, bila kita selalu memarahi/mengomel hanya dengan sedikit melihat kesalahan, itu sama saja kita menumpuk kemalasan karyawan kita.’’
‘’Habis karyawanku selalu memecahkan piring, saat dia mencuci.’’ Mas didik nyelonong.
‘’Nah, mas Didik. Dalam kasus seperti itu mas Didik harus mempelajari penyebabnya. Apakah ada alat bantuan ia bekerja yang kurang, tolong dilengkapi. Mudahkan ia dalam pekerjaanya. Kemudian kita harus memahami bahwa semua benda yang kita beli itu akan menuju umurnya. Termasuk piring mas Didik itu..he-he.’’
‘’Lalu mas didik, Karyawan yang selalu dimarahi akan terjadi stres, jika stresnya uda mencapai puncak, ketika itulah karyawan selalu membuat kesalahan dan kemudian minta berhenti bekerja.’’ Lanjutnya meyakinkan.
‘’Yakinlah, teh dan mas Didik. Tidak akan ada karyawan sesempurna yang kita inginkan, pasti ada kekhilafan yang akan diperbuatnya. Sekarang bergantung kita bosnya, yang bisa bersikap bijak selagi karyawan itu bisa diajak demikian. ’’ Nasehat mas itu mengakhiri, dia pun pergi.
‘’Ah, mas ini mengada-ngada aja. Karyawan dibuat demikian, diinjak-injaknya lah kita.’’ Balas teteh tetap keras hati.
Belakang Padang, 20 Maret 2009
Oleh Agus Hendri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar for this post