
Tapi belakangan, tanpa mengerti kesalahan dan kesilafan. Penjual mie ayam meminta pasokan minuman dihentikan saja. Si agen bingung kenapa tiba-tiba kok dihentikan padahal sedang larisnya. ‘’Baiklah, kalau mau jualkan lagi tolong telpon aja,’’ kata si agen tetap ramah.
Sia A memang pelanggan yang baik, sekaligus sebagai penjual yang ramah. Ditawari produk baru di kota ini, langsung disambutnya si agen bak tamu bak kawan lama. ‘’Boleh hutang, ndak,’’ pintanya. ‘’Boleh Bos,’’ jawab agen kejutan yang mencoba jadi
agen produk minuman botol.
Sebenarnya si agen maklum seandainya tawaran meletakkan produk di kedainya itu ditolak. Ia sendiri menjual cendol yang sangat laris di kota kecamatan ini. Pelanggannya ada yang sengaja datang dari kota sekitar hanya untuk menghirup cendol buatannya.
Iapun menjadi pelanggan tetap, tepat watu, tidak rewel, selalu memudahkan keluhan si agen ketika meminta tagihan yang belum jatuh tempo padanya.
‘’Coba tolong cek barang apa yang kurang dan habis,’’ Sambutan bos sebuah toko obat lengkap di kota ini juga. Toko ini juga menjual minuman kemasan apa saja yang berlabel halal. Kunjungan agen kali ini menagih hutang 15 hari yang diberikan. Sang bos hanya mengambil versi kotak dari beberapa jenis produk si agen.
Sambutan bos selalu begitu ramah dan seakan membutuhkan si agen. Ehm, doa si agen dalam hati ‘’Larislah pak selalu toko bapak.’’ Sebuah doa yang tulus.
Si B penjual mie ayam kala malam yang sangat laris, juga di tawari si agen botol. Si agen tau betul kemana dia menawarkan produk minumannya. Penjualan pun berjalan lancar, begitu juga pasokan si agen.
Diantara mereka sempat terbina satu tahun hubungan mitra jual-beli. Jika agen mendapat aksesoris iklan pendukung jualan selalu membagi kepada B.
Tapi belakangan, tanpa mengerti kesalahan dan kesilafan. Penjual mie ayam meminta pasokan minuman dihentikan saja. Si agen bingung kenapa tiba-tiba kok dihentikan padahal sedang larisnya. ‘’Baiklah, kalau mau jualkan lagi tolong telpon aja,’’ kata si agen tetap ramah.
‘’Mungkin ada kesalahan yang saya buat tanpa sengaja tidak bisa dimaafkannya,’’ si agen menduga kesalahannya dalam hati.
Si agen membesarkan jiwanya. Spanduk yang telah dibuatkan sekian meter sebagai pendukung jualan mie ayam tetap tidak diminta. Begitu juga aksesoris yang lain seperti gelas dan tempat tisu. Dan tanpa malu-malu si B tetap memakai kala malam ia jualan.
Satu lagi kisah bapak tua yang membuka usaha rumah makan. Uda lama ia menanyakan harga produk si agen. Dari mimiknya, ada keinginan menjual produk si agen. Tapi karena rumah makannya yang masih sepi dan anak buahnya masih baru selalu berpikir untuk menjualnya.
Pernah si agen tawarkan, ‘’Saya titip dulu boleh kok, pak. Bayar belakangan pun tidak apa.’’ Tapi ditolaknya dengan halus. ‘’Nanti ajalah, keadaan belum memungkinkan,’’ ujarnya.
Setelah pengelola kedai yang baru dia tunjuk barulah si bapak mencari si agen agar di pasok segera. Dan sampai sekarang si bapak tua sangat aktif menelpon si agen agar barang segera di antar. Betapa senangnya hati si agen. Karena tanpa dia tanya dahulu/dikunjungi, si bapak sudah memberitahu barang sudah habis.
Berlawanan dengan pola si bapak. Si ibu yang punya rumah makan yang satunya lai lagi. Si agen juga menitipkan produk juga disana. Tapi bila barang habis tidak akan pernah mau menelpon apalagi mencari si agen. Bila barang habis dibiarkan saja.
Bagaimana karakternya? Bicaranya suka ceplas ceplos tak karuan suka sedikit menyentil, anak buahnya silih berganti pertanda tidak betah.
Memang diakui, jualannya sangat laris karena variasi masakannya yang beraneka. Semakin memuaskan pelanggannya untuk memilih.
Mungkin karena sedang larisnya jualan pokok mengabaikan produk si agen. Yang keuntungannya juga tidak begitu besar dan orang memintanya juga orang tertentu saja.
Sepertinya begitu juga sifatnya terhadap pelanggan atau mitra lainnya.
Dari cerita di atas betapa beragamnya karakter pelanggan, penjual, dan pembeli. Dari kisah si A dapat dimengerti adalah keragaman pada jualannya.
Kenapa si A mau saja menjual produk yang mungkin saja menyaingi produk buatannya? Ia menyadari bahwa yang berkunjung ke warungnya kadang satu keluarga, kadang rombongan yang tentu beraneka kesukaan.
Misalnya yang datang satu keluarga. Si anak suka cendol, belum tentu ayah yang menemani anak suka akan cendol. Maka minuman dari si agen tadi atau yang lain bisa saja jadi pilihan sang ayah.
Dan bagaimana pula dengan bos toko obat, kenapa dia ramah dan seakan sangat membutuhkan si agen? Si bos sangat menyadari kejayaan yang diraihnya adalah sedikit dari melayani para agen yang selalu bersedia memasok aneka barang tanpa uang kontan terlebih dahulu. Walau ia sendiri punya uang cash.
Pernah ia berkata,’’Tugas saya melayani agen dan sales setiap hari, jadi uang cash memang harus disediakan setiap hari,’’ begitu kebiasaannya.
Inilah sikap penghayatan saling membutuhkan yang ditanamkan si bos dalam dirinya. Si agen butuh penjual dan si bos butuh pemasok. Terjalinlah sikap saling menghormati dan saling melayani.
Apa yang terjadi pada penjual mie ayam? Sayang sekali, ia akhirnya ditinggalkan para pelanggannya. Karena terobosan yang dilakukannya berupa kemunduran. Dari barang ada menjadi tidak ada.
Pelanggan yang setia jadi tidak setia karena ada pelanggan yang keinginannya dulu dipenuhi penjual sekarang tidak ada lagi. Lagi pula mudah tersinggung dari kesalahan orang lain tanpa mau memahami kesalahan itu disengaja atau tidak. Ternyata jiwa pemaaf juga diperlukan.
Kemana pelangannya pindah? Tanpa dinyana pindah ke penjual mie ayam baru. Yang dapat mengenali kelemahan pesaingnya. Dia menyediakan aneka minuman yang tersusun rapi di meja baik itu untuk anak-anak maupun dewasa. Begitu juga dengan aneka kerupuk yang menggantung untuk menjadi teman jualan utamanya yang hangat yaitu mie ayam.
Lalu bagaimana dengan kisah si ibu rumah makan, apakah ia bertahan? Ia masih bertahan. Tapi pelanggannya sudah banyak yang lari. ‘’Masakannya ada yang masakan hari-hari sebelumnya di jual kembali,’’ Kata pelanggannya kecewa.
Kenapa sampai terjadi pelanggan lari? Pertama karena mimik dan gaya bicaranya yang suka menyentil itu. Kedua karena tidak begitu peduli dan terkesan mengabaikan pelanggan dan mitra pemasoknya. Seakan butuh dan tidak butuh saja. Inilah yang namakan orang padang, suka ambil ‘senting.’ Tidak pernah mengangap mitra dan pelanggan bagian penting dari bisnisnya.
Tanpa terasa pelanggan berkurang sedangkan takar masakannya tetap seperti ketika ramai. Tidak habis hari ini tentu dijual esok pagi. Dan pelanggan merasakan dari mata dan lidah.
Lagipula ketika pelanggan makin ramai dan masakan makin beragam tidak dimbangi pelayanan yang juga makin meningkat. Seperti menambah karyawan dan menambah produk pendukung jualan utama.
Sedangkan bapak tua makin menikmati hari tuanya dengan bahagia. Karyawan yang dipercayainya pun sukses menjalankan kepercayaan yang diberikan. Yang mana selama ini karyawannya selalu diajak melayani pelanggan sekaligus mitra pemasok dengan baik. Pelanggan si ibu makin banyak yang pindah padanya. Salam pak tua..
Belakang Padang, 12 March 2009
Oleh Agus Hendri chermin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar for this post