Kita baca ‘’Kawasan bebas gelandangan dan pengemis’’. Lalu adakah hubungannya dengan plang iklan layanan masyarakat itu dengan atribut kampanye para caleg?
Pemilihan umum telah memanggil kita… Itulah sepenggal lagu lama yang masih saya ingat semasa demokrasi orba dulu. RRI selesai warta berita berkewajiban mendendangkannya. Bentuk sosialisasi pemilu yang praktis dan murah, mungkin tanpa berbayar saat itu.
Berbeda dengan sebelumnya, agar hemat, sekarang negara boleh menumpang sosialisasi pada caleg yang ketahuan getol ingin sekali duduk menjadi wakil rakyat. Melalui selebaran kampanye berisi sosialisasi para caleg.
Inilah perubahan dari sebelumnya berorientasi dominan partai ke orientasi dominan caleg yang siap menangguk suara terbanyak. Negara untung, partai untung, kita lihat saja nanti betapa banyak caleg yang bakal buntung.
Atribut para caleg yang terpampang disetiap sudut pandang dan lingkar mata memandang yang strategis, telah dipenuhi permohonan kepada masa pemilih. Secara tidak langsung juga telah membantu pemerintah mensosialisasikan pesta pemilu legislasi tidak lama lagi akan digelar, 9 april 2009 yang akan datang. RRI dan TVRI yang telah independen
tidak bisa dimamfaatkan pemerintah seperti dulu lagi.
Beda dengan masa lalu yang terpusat, demokrasi ala reformasi begitu mahal. Pemilihan umum langsung membutuhkan pembiayaan yang mahal sekaligus menggerakan ekonomi, pemikiran dan waktu yang ekstra, serta juga harus disertai perangkat hukum yang memadai agar bisa meminimalkan pelanggaran demi kelancaran pemilu.
Perangkat hukum berupa undang-undang pemilu terus diup-date sesuai aspirasi rakyat sebagai pemegang demokrasi. Sehingga sampai pemilu yang semakin dekat inipun telah dimodifikasi dan menghasilkan kebijakan baru yang diharapkan terus membawa keadilan peserta pemilu dan meminimalkan kecurangan.
Bagaimana dengan situasi prapemilu di Kota Batam? Yang menarik adalah pembandingan tulisan merah kerjasama kepolisian dengan pemko Batam di kawasan simpang strategis. Kita baca ‘’Kawasan bebas gelandangan dan pengemis’’. Lalu adakah hubungannya dengan plang iklan layanan masyarakat itu dengan atribut kampanye para caleg? Silahkan anda pikirkan sendiri.
Berbeda dengan baliho iklan produk komersial yang merupakan hasil produksi yang telah menjadi barang jadi, siap dibeli, bisa dirasa,dan layak uji keoriginalannya antara iklan dan produknya kapan kita inginkan.
Tidak demikian dengan berbagai konten yel-yel, slogan, janji-janji, pameo, gurindam, kata bijak dan ajakan yang disampaikan para caleg di setiap aneka atribut kampanyenya. Diikuti pula insert watermark tokoh-tokoh nasional dan lokal yang berpengaruh agar shrink mendongkrak calon.
Benarkah yang calon sinyalirkan? Tapi kita tetap yakin mereka punya komitmen. Sayangnya komitmen bersanding dibalik kemampuan calon ini kita belum tau. Bagaimana kita tahu? Ya, dengan mencari tau, tau dari yang tau.
Atau barangkali menilai dengan melihat banyak dan kecil atributnya, stempel bappedanya pada atribut, design grafis atribut, bahasa spanduknya, prestasi yang dibuat, dimana mereka menancapkan dan menempelkan atribut apa telah sesuai estetika, sampai dengan melihat kecantikan atau ketampanannya, benarkah? Atau barangkali menilai lain kepada calon yang tidak ada sama sekali atributnya. Yang jangan adalah bagi-bagi uangnya. Terserah dari sudut pandang mana kita akan mengenalnya.
Sejatinya, komitmen utama para calon yang kita harapkan adalah pengabdian. Dengan jabatan yang direngkuh nanti akan bisa berbuat banyak bagi masyarakat, lingkungan dan tata ruang, dan niat lebih baik masa depan. Bukan untuk kali ini, kala menjabat saja, untuk kita dan golongannya, apalagi hanya semata motif kepentingan pribadi, tapi untuk semua.
Maka dari itu, para calon perlu memiliki idealisme yang tinggi. Seperti sosok tenaga honor . Walau digaji kecil, tapi rela melalui proses yang panjang hingga puluhan tahun mengabdi. Sampai bisa dinikmati jika mereka memiliki kadar baik jika diangkat jadi PNS. Pengalaman dan rengkuhan kesedihan tenaga honor menjalani proses dan tekanan berliku makin mendewasakan mereka dan terus tertantang akan perubahan. Sampai pada titik kulminasi berserah 'manut' dan tetap menjalankan tugas sebagai pengabdian di bawah penekanan koleganya yang duluan ’diakui’.
Adakah calon legislasi kita nanti telah menjalani proses? Yang ibaratnya banyak sadar seketika kala ada peluang saja jangan sampai terbuang. Bahkan mungkin ada sekedar menjalani peruntungan. Seandainyapun nomor urut yang didapat adalah paling lantai. Siapa tau, mana tau terpilih. Bertaruh sejenak, main dadu digoncangan tangan pemilih.
Begitu banyak calon seperti pemasakan pisang yang diperam dalam tanah. Ya, banyak yang seumur partainya yang mungil lugu. Belum betul-betul kader yang mumpuni (cadre of experienced). Belum menguasai lapangan ‘senanyan’ dan liku-liku menatap perlakuan politik ke depan(oriented politic to the future). Memang kadang kita bisa belajar dengan cepat, tapi adakah semuanya punya bakat demikian.
Inilah tantangan konstituen dalam memilah pilihannya. Tugas yang bakal diemban sebagai wakil rakyat begitu berat. Karena beratnya, anggota dewan akan mendapatkan gaji, kehormatan, dan fasilitas yang cukup menggiurkan. Adakah alasan ini saja yang menjadi motivasi awal? Semoga berbarengan dengan niat pengabdian terhadap perbaikan yang telah ada demi kejayaan masa depan pemilih dan generasi dari pemilihnya serta kebanggaan wilayah, bagian dari saingisasi yang positif.
13 Pebruari 2009
Oleh Agus Hendri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar for this post