Terjepit itu Menjepit di Sisi Lain

By Golfing Enthusiast on 08.06

Filed Under:


Saya tidak habis pikir. Maklum, daerah asalnya tidak begitu terkenal menghasilkan pedagang-pedagang ulung. Apalagi berani masuk mall di kota Batam ini. Hanya bisa dihitung dengan jari. Tidak seperti orang Padang jika merantau selalu pikiran pertamanya ‘’Apa ya..yang bisa saya dagangkan!’’ Lalu ia mencari tempat keramaian yaitu pasar.


Saya sempat terheran. Beberapa hari yang lalu saya juga belanja di mall ini. Tapi belum ada yang namanya ‘’Kuansing Service.’’ Jadi penasaran. Saya pun berkenalan dengan Bos yang lagi sibuk otak-atik sebuah CPU komputer.

Di counternya terpajang komputer seken spesifikasi tinggi dan terbaru. Begitu juga dengan puluhan monitor layar LCD.

Saya tidak habis pikir. Maklum, daerah asalnya tidak begitu terkenal menghasilkan pedagang-pedagang ulung. Apalagi berani masuk mall di kota Batam ini. Hanya bisa dihitung dengan jari. Tidak seperti orang Padang jika merantau selalu pikiran pertamanya ‘’Apa ya..yang bisa saya dagangkan!’’ Lalu ia mencari tempat keramaian yaitu pasar.

Asalnya merupakan basis melayu daratan yang fokus pada perkebunan. Pedagang hanya berhubungan dengan hasil perkebunan dan peternakan alami. Jadilah mereka yang disebut pedagang belukar (penampung kecil) dan para toke (pengumpul). Maka terkenallah mereka dengan sebutan toke getah.

Teman yang satu ini cukup berani menerobos pergulatan jiwa tani dalam keluarga dan dirinya. Ia memberanikan diri merantau secara tradisional, merantau ala Abdurahman bin auf. Berangkat seorang diri hanya berbekal ‘’nekat’’ dengan satu tas jinjingan dan baju yang dikenakan.

Tentu berbeda dari kebanyakan kita yang merantau telah ada tempat yang di tuju. Misalnya rumah keluarga, teman, atau kenalan lain.

Bagaimana triknya ia memulai hidup di ranah rantau Batam? Padahal begitu banyak yang menyesal sampai di kota ini. Keindahan berita kota ini di kampung halaman tak seindah yang diceritakan mereka yang telah sukses. Apalagi bila mereka mengatakan Batam dengan pameo, (Bila Anda Tiba Anda Akan Menyesal), benar adanya. Dan ia telah merasakannya beberapa kepedihan itu.

Laku pertama yang ia pikirkan ketika pertama kedatangannya ialah bagaimana ia bisa makan, tapi dalam makan itu ia mendapatkan ilmu (keterampilan). Karena dengan cepat ia menyadari dengan skill dan ilmulah ia akan bisa hidup di kota ini. Bukan dengan otot atau banting tulang. Namun yang lebih menentukan adalah kreatifitas dalam keahlian tertentu. Bisa saja itu misalnya kepandaian sopir, pandai mengunting, pandai memasak dan sebagainya.

Ia mencontohkan sederhana saja. Lihat tukang bakso itu, ia bisa mencukupi keluarganya. Karena ia memiliki kehandalan meramu dan meracik bumbu-bumbu bulatan bakso yang enak. Dari siapa ia dapatkan? Pasti ia sebelumnya belajar pada seseorang. Dan bisa saja ia meramu dan mengembangkan ramuan terdahulu.

Atau lihat pula penjual ayam goreng penyet itu. Bukankah ia punya keahlian memasak dan keberanian untuk membuka usaha itu. Dan bagaimana mas ragil penjual ayam penyet itu tidak pernah terkalahkan sejak kedatangannnya menjual penyet di kota ini. Rupanya ia menyatukan ramuan masakan padang dan jawa.

Lalu, bukankah orang tempat kita bekerja selalu menjaga logika ilmu dan keahliannya agar tidak tidak dapat kita contek habis. ‘’Gunakan trik mata yang cepat dong’’ Begitu rahasianya. ‘’Kita harus pandai mengintip dan memancing dengan pertanyaan lain agar ia mengatakan sedikit-demi sedikit ilmu-ilmunya’’ Bebernya. Dan kemudian lakukan modifikasi cepat dari yang sedikit menjadi mengembang.

Begitulah triknya ketika ia menimba ilmu dan bekerja sebelumnya juga di mall ini. Dan tidak jauh dari counternya dulunya tempat ia bekerja. Setelah merasa cukup ilmu, mengintip pasar, berpikir pacth dimana ia akan bisa masuk, dengan modal kemampuan.

Bagaimana keadaan kawan ini sekarang? Ada puluhan counter di belakang, disamping dan didepannya dengan masing-masing kuat modal dan semua tetangga counternya adalah etnis Tionghoa yang jago dagang, jago modal, dan jago jaringan. Tak heran juga hari ini buka 2 bulan kemudian counter-counter sebelah berganti orang lagi. Tentu karena persaingan.

Kok ia berani ya. Tanpa malu, takut, kuatir tidak laku. Padahal kebanyakan warga melayu pasti suka belanja ke warga tionghoa daripada kita-kita ini. Itu karena pedagang kita selama ini cenderung dikatakan kurang modal, sedangkan warga tionghoa dalam harga, selalu jauh lebih murah (competitif).

Wajar mereka bisa menjual lebih murah. Satu kata kita, jelas karena mereka kuat modal (tanya dari siapa). Dengan kuat modal mereka bisa berbelanja mencapai titik belanja kuota potongan harga atau bonus minimal pemesanan/pembelian. Di lain hal para grosir diatasnya juga masih dalam satu jaringan.

Satu prinsip yang tidak tergoyahkan dari teman ini dari konsepsi normal diatas. Yaitu ‘’Yakinlah pasti ada yang akan beli, yang mau jual barang seken yang masih bagus aja selalu tidak bisa kita tampung semuanya. Apalagi yang beli pasti adalah. Biasanya banyak penjual akan berimbang daya pembeli yang juga banyak.’’ Begitu keyakinannya. Dan itu sudah ia rasakan ketika masih bekerja.

‘’Selain itu, percayalah pasti ada yang suka belanja dengan warga sesama kita. Itu dilatari karena kepercayaan, ajaran dan pandangan lainya. Bukankah pikiran kita suka berubah-ubah dan beragam (lateral). Nah pilahan ini kita jadikan peluang.’’ Wah..konsep baru buat kita.

Alasannya benar, dan terlihat setiap hari ada saja beberapa Monotor LCD dan komputer yang keluar (terjual). Dan setiap harinyapun penjual tentengan dari Singapura pun bisa lolos dan ia tampung. Walau impor barang seken dilarang, tapi nyatanya untuk satu dua jinjingan masih bisa lewat di pemeriksaan. Penjual tenteng ini sangat suka menjual barang pertama padanya. Itu karena ia tidak suka menekan harga mitranya itu. Selalu ia buat hati orang tersebut senang daripada menyenangkan hatinya dengan bakal rabat yang lebih banyak.

‘’Orang kita miliki pameo dan rasa keakraban berbeda dalam bahasa yang sama, bila pameo keakraban ini kita mamfaatkan, luar biasa lho’’ katanya. Ia juga… lihatlah orang Padang mengatakan seorang pria yang tidak kawin-kawin saja dikatakan dalam pameo ‘’Mati Pajak’’ he he.

Dan ia tetap menikmati dari hasil usahanya. Dan kini istrinyapun sudah memiliki counter dalam usaha penjualan pakaian anak-anak.

Salah satu yang dapat kita petik dari teman ini adalah ; pertama, keuletannya merubah kultur budaya agraris ke perdagangan. Kedua, ia mampu dengan cepat belajar situasi dari tempat belajarnya semula. Ketiga, ia mampu menyatukan budaya asalnya dan budaya warga lain yang dikenalnya menjadi kekuatan baru ibarat kapak bermata dua, kiri kanan bisa membabat rejeki. Wassalam.



Batam, 19 Mei 2009

By Agus Hendri Chermin

0 komentar for this post

Posting Komentar

terima kasih