Antara Protes dan Optimis

By Golfing Enthusiast on 13.44

Filed Under:

‘Kenapa ya kok anda bisa optimis? Kok saya ngak bisa yakin dengan kata ini!’ Huh! Pertanyaan yang bagus. Ingat, ya! Imajinasi itu seperti doa dan dunia maya/internet, menembus ruang dan waktu. Sedangkan bila kita mengandalkan otot untuk bekerja dan menghasilkan uang hanya menembus ruang saja, itupun jika mau membuka pintu dan tenaga. Alias tidak bermalas-malasan.


Keluarga, Saudara dekat, dan teman-teman pada protes. ‘’Kamu tidak banyak cakap dan terkesan pendiam. Carilah pergaulan, biar cepat sukses. Ini tidak…! di rumah saja tidak ‘keluar-keluar orang’. Padahal menjadi orang perantauan, pergaulan itu penting.’’ Begitu protes mereka. ‘’Saya tidak ingin mencari kawan. Tapi saya ingin membuat bagaimana orang lain lebih mudah dan senang hati menjadikan saya sahabat. Ada semacam kebutuhan khusus agar berteman denganku,’’ saya beri pemahaman ganjil.

Lain sesi kusampaikan, ‘’Saya juga tidak ingin terkenal, tapi hanya ingin bagaimana yang terkenal mendekati saya’’ nah lho!

Polanya, Saya diam-diam tetap bertindak dan terus berbuat. Apa yang saya buat mereka tidak sadari apalagi menduganya. Bahkan beberapa diantaranya jadi berbalik, yang memprotes mala saya pengaruhi pola pikirnya. Berusaha meyakinkan bahwa apa yang saya jalani adalah type dari alur menjadi diri sendiri.

Yang tidak habis pikir saat itu ialah saya sudah pandai berdagang kecil-kecilan. Memanfaatkan orang yang dikenal, baru dikenal atau mengenal yang pantas dikenal. Itu tentu saja dengan bergaul. Pergaulan yang memunkinkan bisa dimanfaatkan secara aksi cepat, itulah yang saya cari. Tapi kenapa masih dikatakan saya tidak bergaul, bisakah pedagang tanpa bergaul? Apalagi berdagang yang saya jalani tanpa modal, selain modal kepercayaan. Darimana sih mereka menilai? Begitulah situasi yang saya buat bias/semu seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bagaimana apakah anda bisa? hehe

Makanya sekarang, jika ada teman yang mau memanfaatkan saya, silahkan… asal jujur dan memang betul-betul ingin merubah nasib. Itu karena saya dulunya juga memanfaatkan orang orang lain. jadi setelah bisa, kita juga harus mau dimanfaatkan orang lain. itu baru adil dan sip!

Pernah saya bertanya dan menyuruh teman berdagang (bisnis). Apa jawabannya? Ngak ada modal katanya. Padahal potensi otak, hape, dan motor yang mereka miliki adalah modal. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja.

Ada beberapa cara agar apa-apa yang saya cita-citakan tetap bergerak dalam diam. Masih ingat, bagaimana Google datang dan diam-diam menekuk Yahoo! di persaingan iklan Internet? Ya, Google mengandalkan senjata iklan baris melawan iklan banner milik Yahoo!



Ini berharap apa yang dicitakan tidak mudah dipengaruhi orang lain, tetap fokus, dan tentu saja gebrakan sebelum didahului pesaing. Cara-cara itu dalam bentuk kiasan, kerendahatian, memberi contoh, melawan permusuhan dengan persahabatan, dan manipulasi keadaan yang seolah-olah menipu pikiran orang rata-rata kebanyakan. Berbuat seolah-olah tapi tidak berbohong apalagi pamer sebelum menempati atau bisa menanggulangi keadaan. Inilah yang istilah orang melayu ‘menyamar.’

Bayangkan saja, ketika ingin buat usaha rental dan jasa pengetikan komputer saya menghabiskan waktu 2 tahun menyiapkan segala peralatan satu demi satu. Itu karena keterbatasan modal dan ilmu. Dalam rentang waktu itu saya belajar troubleshooting komputer dan asessorisnya sekaligus menyiapkan proses usaha dengan membeli satu demi satu apa-apa yang diperlukan saat buka nanti.

Mencapai itu, ibaratnya memang ‘berpuasa’ penuh seperti pacaran dan kongkow-kongkow di kedai kopi. Selera dan keinginan lain yang tidak terduga juga ditahan. Pas waktunya oke, saya belikan komputer. Beberapa bulan kemudian ada uang lagi saya belikan printer. Begitu seterusnya seperti scanner, meja pendukung, bahkan nama tempat usaha. Saya persiapkan karena yakin pada waktunya saya akan menggebrak keadaan secara plok! Seperti tepung kue godok/adonan yang dimasukan ke minyak gorengan yang panas. Selama persiapan itu jika ada teman yang minta jasa juga saya layani di kamar sewaan.

Dan berikut ini, saya ‘tanamkan’ sejak masa sekolah sampai langkah saya saat ini. Untuk menjadi PNS itu bagi saya tidak perlu KKN. Begitu juga membuka usaha dagang, tidak perlu percaya dukun-dukunan. Semua bisa terbukti atas usaha, optimis, dan doa saja!

Bisa mencapai ujung optimis

Selama menempuh proses pencarian jati diri usaha dan pekerjaan, saya menemui banyak nasehat baik yang berbenturan. Bukan karena tidak mengerti, belum memikirkan sebelumnya, bukan terlena tidak mau peduli, atau barangkali keras hati. Tapi apa yang dinasehati basi semua. Tidak antusias lagi mendengarnya. Semua nasehat masih lagu lama. Sangat berbeda apa yang ada dibenak dan tetap fokus dengan keyakinan sendiri.

‘’Tuh, buktinya kamu belum berhasil’’, katanya. ‘’Menunggu waktu’’, kataku optimis.

Kenapa bisa begitu? Karena suka baca, merenung, mengamati. Bertanya mengapa begitu, kenapa bisa, kok dia bisa, adakah jalan lain, apa yang beda dan macam-macam pertanyaan dibenak. Kemudian hari-hari dilalui tanpa luput mengamati lingkungan dimana saja saya berada dalam situasi apapun. Akhirnya, apa yang kita tanyakan, tidak dipertanyakan atau terbayangkan orang lain tapi bisa dijawab sendiri. Walau kadang jawabannya baru didapat beberapa tahun kemudian.

Untuk lebih jauh memahami, mari kita lihat Pendapat Vernon A Magnesen (Quantum Teaching). Kita belajar 10% dari bacaan, 20% dari dengaran, 30% lihatan, 50 % dari lihat dan dengar, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan lakukan. Inilah rupanya tanpa sadar saya lakukan.

Nah, kawan! Proses kematangan diri itu butuh istilah ‘jam terbang’, semakin banyak jam terbang kita maka semakin banyak pula masukan motivasi dan pelajaran berharga ke dalam diri kita. Dan memperbanyak jam itu memerlukan waktu yang panjang. Makanya kenapa saya bisa membuang malu, enjoy, nikmat demi memperbanyak jam terbang.

Masa kanak-kanak yang saya baca adalah koran2 bekas bungkus bawang dan ikan teri ibu dari pasar. Koran-korang yang dibuang orang dijalanan atau di pasar. Iklan-iklan/pamflet/banner produk yang ditempelkan masuk kampung. Buku-buku perpustakaan sekolah. Komik dan novel ketika booming penyewaan buku di zamanku.

Yang didengar, kala itu ada radio RRI dan Radio Warna Singapura, radio Nederland, Voa, BBC, setiap pagi saya intai setiap beritanya. Sedangkan dari lihatan segala pamflet yang bisa dibaca. Dan yang paling favorit adalah menonton siaran DIALOG dan liputan khusus TVRI wajib di relay stasiun swasta lain ketika itu.

Jadilah keluarga besar mencemooh. Disuruh kuliah tidak mau, dicarikan kerja tidak mau. Betul-betul mengherankan. Dimana letak ‘otak’ nya yang mengabaikan nasehat orang.

‘’ Saya mau dinasehati oleh diri sendiri dari hasil pengamatan sendiri, jadi diri sendiri, dan sekolah/kuliah sendiri’’ jawabku. Selalu nak tampil beda dari yang lain. Berubah-ubah, tidak mau standar. Akhirnya dikenal, disikapi, dan digosipi lain dari lain. Gimana itu logikanya lain dari yang lain itu? Hehe.

Ada juga seorang teman mengatakan saya misterius, dan orang seperti inilah katanya yang akan bunuh diri. Wau.. sory la ya!

Rupanya diam saya selama ini adalah mengendapkan ilmu dan menjalin sinyal-sinyal imajinasiku menjadi kesatuan yang bisa jadi tak terkalahkan, siapa taukan! Albert Einstein aja besar karena daya imajinasinya yang luar biasa.

Maka pernah saya menekankan untuk diri sendiri, berkhayal dan berimajinasi terhadap apa-apa yang saya inginkan. Akhirnya imajinasi itu seperti asap yang terkurung dalam sebuah ruangan, terus mencari cela agar bisa keluar dari keterkurungannya.

Diartikan; jika kita miskin kita bisa keluar dari kemiskinan. Jika kita ingin sekolah tinggi, tanpa diduga jalannya akan diberikan dengan mudah sampai waktunya, ada saja yang akan memudahkan dan membantu. Bukankah setiap perjalanan ada akhirnya atau singgahnya. Kalaupun transit, itu untuk menguatkan energi, menambah bahan bakar semangat. Begitu juga niat dan cita-cita kita pasti akan ada akhirnya sesuai yang kita impikan, right!

Setamat SMA tahun 1994 saya sudah berniat (vision) untuk kuliah ke pulau Jawa. Apa dikata, jangankan untuk bayar uang pangkal sekolah, untuk ongkos pergi saja nol persen. Tapi 14 tahun kemudian niat itu tercapai di UPI Bandung, itupun sebagai mahasiswa reguler dengan masuk tes yang ketat. Sayang sekali kali ini kuliah kembali gagal, tapi alhamdulillah berhasil dalam hal lain.

Tentu saja saya pastikan dengan yakin saatnya akan bisa bahkan kadang tanpa diduga dan disangka-sangka, itulah optimis.

‘Kenapa ya kok anda bisa optimis? Kok saya ngak bisa yakin dengan kata ini!’ Huh! Pertanyaan yang bagus. Ingat, ya! Imajinasi itu seperti doa dan dunia maya/internet, menembus ruang dan waktu. Sedangkan bila kita mengandalkan otot untuk bekerja dan menghasilkan uang hanya menembus ruang saja, itupun jika mau membuka pintu dan tenaga. Alias tidak bermalas-malasan.

Niat yang kita tanamkan menerobos apa saja. Begitu kuatnya daya imajinasi/bermimpi sadar yang diberikan Tuhan. Kenapa tidak kita optimalkan. Imajinasi itu membentuk jalan-jalan dan simpul-simpul berupa imfuls yang saling terkoneksi.

Anda bayangkan rangkaian tower BTS GSM. Sinyal mencari/melacak keberadaan dimana adanya chip kartu dengan identitas nombor yang jutaan (realisasi).

Begitu juga dengan imajinasi yang membentuk sebuah obsesi/cita-cita, kemudian action menjadi realisasi.

Kembali kenapa orang bisa optimis. Inilah anehnya otak sesorang yang terasa membaca seluruh strategi yang hakiki menjadi titik-titik kaki seperti sebuah chip elektronik. Ia tahu kemana sebuah jalur itu PCB itu bagaimana bekerja. Itulah langka pasti kita…

Untuk mengasah optimis, ambil saja contoh ketika kita membuat sebuah mainan dari kayu. Misalnya kita membuat sebuah gleder yang sedikit agak rumit. Pertama kita pikirkan rangkanya dan jadi. Berikutnya posisi ban dan belalai pembajaknya. Bila belum pas tentu kita ulangi, bila perlu kita amati dan survei ke bentuk aslinya. Begitu seterusnya. Awalnya begitu rumit tapi pada akhirnya anda bisa juga sampai pada bentuk sempurna yang menyerupai.

Contoh lain ketika anda ingin belajar gitar. Pertama anda pegang gitar, bandingkan kemampuan anda dan teman yang sudah mahir. Tanyakan pada diri anda, yakinkah anda akan bisa seperti teman itu. Bila sebelumnya anda berhasil membuat mainan maka kali ini yakin jugalah anda akan bisa belajar gitar. Eh, pada akhirnya anda pun pandai bergitar. Bahkan mengalahkan teman sebelumnya yang pernah mengajar anda.

Dari dua contoh itu, bisa jadi dilalui susah payah, dan mungkin saja memakan masa tahunan. Tapi anda telah bisa belajar optimis dari dua kejadian itu. ‘’Yaitu jangan katakan tidak bisa tapi belum bisa.’’

Ayolah! Masing-masing kita punya target dan optimis menjalani sebuah keyakinan. Kalau tidak terjun saja ke laut, cari kepiting, udang, dan gongong yang disediakan alam. Berpanasanlah sampai badan hitam legam. Atau barangkali cari ikan di sungai, sawah, dan rotan di hutan. Tapi sampai kapan alam akan menyediakan itu untuk kita jual jadikan uang?

Optimislah seperti orang yang telah sukses dari optimis-optimis yang aneh. Bila mau jadi PNS, tanamkan akan masuk ke dunia ini tanpa KKN. Jika ingin menjadi pedagang tanamkan tidak percaya dukun-dukunan. Percayalah pada Tuhan semata. Misalkan dengan menanamkan janji Tuhan yaitu akan mengangkat orang-orang berilmu beberapa derajat.

Memang menuju prinsip yang otpimis yakin akan berhasil itu memerlukan waktu yang panjang teman! Di mulai dari kesadaran kita sejak SD-remaja-pemuda-pemudi-beranak-pinak sekalipun. Apa yg bisa dibaca-bacalah!, jika baca koran/buku tamatkan bacanya. Agar kematangan pola pikir sampai juga/tamat. Jika menonton talkshow dialog sampaikan juga selesai ambil sebuah kesimpulan (resume). Jangan dari sinetron ke sinetron terus.

Apapun protesnya optimis tetap jalan, Sip!

Batam, 31 juli 2009

Regards

Agus Hnedri Chermin

0 komentar for this post

Posting Komentar

terima kasih