Mengecap cita-rasa menjadi peluang

By Golfing Enthusiast on 17.06

komentar (0)

Filed Under:

Beberapa teman yang suka silaturahmi, saya suguhkan air mineral yang saya jual. Kadang dijadikan oleh-oleh untuk untuk dibawa pulang untuk keluarganya. Eh, berikutnya kalau tidak disuguh, berani meminta sendiri. Sampai di rumah, keluarga yang merasakan selalu bertanya, dimana sih membelinya (mengakui enaknya, tapi tidak mau membeli, hehe. Masih suka yang gratis)

Ibu kita didapur selalu mengecap hasil masakannya. Diseduh kemudian diletakan ditelapak tangan, lalu baru dicicip agar lidah tidak kepanasan. Kulit telapak tangan sebagai penguji/peredup panas, lidah sebagai penilai nikmat/enak.

Ahli masakan tentu sangat familiar dalam menilai masakan orang lain. Cita-rasa inilah yang kadang sering kita lupakan sebagai ajang peluang. Peluang bisnis atau perdagangan, menjadikan sebuah pendapatan. Paling kita merasakan cita rasa tertentu, habis dikecap, dirasa enak atau tidak enak ya.. dilupakan. Terhenti akan penelusuran berikutnya. Senang sebagai pengkonsumsi saja.

Kali ini, misalnya merasa/mencicip minuman mineral/kemasan/spring water. Sepintas banyak yang merasakan sama, sama air putih atau air bening. Tentu rasanya akan sama, rasa tawar enak memuaskan dahaga ketika sangat haus.

Padahal, darimana air berasal, dapat mempengaruhi rasa. Apakah air bendungan sungai/tadah hujan, atau dari mata air. Itu karena kadar/kandungan mineral yang dimiliki berbeda antar suatu tempat. Begitu juga proses penyulingan, antar merek berbeda teknologi dan sistemnya. Sampai kepada cara penyimpanan, mutu kemasan, dan waktu produksi ke proses penjualan/konsumsi. Lama mengendap (distribusi) tentu mengurangi cita rasa bila mendekat ke tanggal expire.

Pada akhirnya, semua yang terungkap di atas akan mempengaruhi harga. Walau harga di produk ini tidak mencolok namun bila menilai dengan literatur di atas, kita akan tahu cita-rasa. Yang panjang akal tentu berujung pada pelengkap peluang trade-nya. Menjadikannya sebuah produk unggulan, bernilai profit dan mamfaat kesehatan bagi pembeli yang akan mengkonsumsinya.

Between intention and attention

By Golfing Enthusiast on 17.03

komentar (0)

Filed Under:

Brad Sugar, an entreprenuer, ActionCoach Says, ''life is a dance between intention and attention. Set your intention is about 20% and then focus your attention is about 80% ... that is, 20% dream, goal and plan, then 80% ACTION.''

Mengatakan, hidup adalah 'tarian' antara niat dan perhatian. Menetapkan niat Anda adalah sekitar 20% dari keberhasilan menuju tercapai, dan kemudian fokus perhatian Anda adalah sekitar 80% ... yaitu, dalam bahasa lainnya; 20% mimpi, tujuan, dan rencana. Kemudian 80% TINDAKAN.

If your action inspire other to dream more, learn more, do more, and become more. Kamu dikatakan pemimpin, jika sikapmu/tindakanmu menginspirasikan banyak hal. Dengan begitu berarti, bila kita bermimpi untuk diri sendiri, juga akan berimbas ke orang lain. Menjadi memberi mamfaat kepada yang lain.Semuanya adalah berlandaskan kebersamaan, antara butuh dan membutuhkan, kemudian memberikan, dan terus memberi (bisa dikatakan sedekah, ya hehe)

Berlaku mainstream (keluar arus) juga menguntungkan bagi yang jeli memakai/menggunakan/memamfaatkan situasi/keunggulan yang ada pada dirinya menjadi sebuah pendapatan untuk kemandirian. Melakoni buah telusur mimpinya yang aneh, dan imajinasinya yang unik/beda menjadi kenyataan.

Fist, Be grateful for what you have, and also for what you don't have.
Ayo.. kita mulai dari bersyukur untuk apa yang Anda miliki, dan juga untuk apa yang tidak Anda miliki. Itu agar apa yang hendak dicapai tidak mudah terpengaruh (mandeg) oleh aneka rintangan.

I am sure if there is a will, there is a way. Come on, don't turn off your dream
Saya yakin dimana ada kemauan, disitu ada jalan untuk sukses. makanya, tidak perlu 'mematikan' mimpi yang pernah termimpi.

Sampai disini, ya... tulisannya sedikit tidak bertalian. Begitulah kadang menulis. Bila lancar, akan mengalir begitu saja, tanpa edit dan menunggu mood yang baik.

Verba volant scripta manent, yang terucap menguap yang tertulis abadi. Semoga, Wassalam

Mau kaya ‘berdaganglah’ Bagikan

By Golfing Enthusiast on 16.58

komentar (0)

Filed Under:

Di Jepang dan Amerika keakraban anak dan orang tua kadang seperti berkawan saja. Kemana sosok ayah pergi, ada anaknya. Sejak kecil dibiasakan melihat, membantu pekerjaan/kegiatan mandiri/usaha sang ayah kala waktu yang menyempatkan dan seperti selalu disempatkan.

Setelah beranjak remaja anak itupun banyak yang bisa mandiri, mengurangi ketergantungan pemberian orang tua. Mengembangkan inisiatif/laku/pengalaman yang pernah ada (terstimulasi) Atau bisa saja ia jadi memiliki ide sendiri.

Setelah anak dewasa, ayah yang mampu pun, ada menantang anaknya baru lepas kuliah untuk mengeluti sebuah bisnis.

Saya juga demikian dulunya ditantang almarhum ayah setelah tamat SMA. Masih mengiang ucapannya, ‘’ Mau kaya?’’ ujarnya suatu waktu. ‘’berdaganglah,’’ itu saja pesannya.

Ya, kata ‘dagang’ memang tidak terasa populer, terkesan 'layangan' (konvensional/kuno). Pemangku/penggali publishing lebih keren mengatakan dengan istilah wiraswasta/wirausaha/entreprenuer.

Apapun istilahnya, yang dikatakan berjiwa dagang, perlu bergelut dengan kreatifitas, penuh terobosan, inovasi, spekulasi/perkiraan terkontrol intuisi, insting yang tajam, dan pandai mencari jalan/banyak akal untuk menemukan/menjalankan bidang perdagangan itu (self resourceful.)

Sayangnya, mengasah itu semua tidaklah dalam masa seketika, yang datang begitu saja. Tapi butuh pengulangan-pengulangan yang akhirnya menggunung menjadi pengalaman.

Penalaran orang tua/sang ayah diatas, itulah salah satu dari mamfaat untuk membangkitkan jiwa dagang sang anak/seseorang.

Sang ayahpun perlu menanamkan objektivitas untuk bisa menjadi pedagang . pandangan ini sebenarnya pernyataan mimpi/passion berupa keyakinan, berupa pilihan bahwa sukses sebagai pedagang, adalah pilihan hidup yang hebat.

Dengan pembiasaan/pengenalan sejak awal/dini diharapkan akan mampu melewati rintangan. Akan terus mengiang pada jiwa sang anak. Iapun jadi Bisa belajar dari kegagalan yang sudah terjadi dan mampu memandang prospek, peluang, atau perubahan baru (to be flexible) ke depannya step by step. Luwes berkeyakinan sukses dagang itu pasti akan datang pada waktunya.

Ini hanya paparan bahwa perdagangan dapat dimulai/dikenalkan sejak dini oleh orang tua. Dan perdagangan adalah cara cepat, tepat, dan terhormat untuk menjadi orang kaya. Bila sudah kaya anda tau sendiri bagaimana memamfaatkan kekayaan itu dengan ok.

So, apalagi.. tanamkanlah, carilah, biasankanlah jiwa dagang ini. Tidak dari ayah ya, makin mantap dari kesadaran diri sendiri, dan itu pasti bisa bila ada gairah untuk itu.

Ia berlatih saat kita lengah, saat itulah kita merasa terkalah

By Golfing Enthusiast on 16.43

komentar (0)

Filed Under:

Selain rasa syukur, investasi duniawi yang banyak dilenakan adalah investasi tahu(ilmu). Sukses sedikit, apalagi banyak, hehe. Kita sering melupakan akan investasi tahu/ilmu kekinian yang sedang marak. Mengarah pada perubahan bertolak-belakang. Seperti dari rasa manual ke digital (Internet) yang belum semua teman kita merasakan.

Untuk menyadari hal ini, mari kita tolok (view) laku perusahaan nasional maupun multinasional. Lihatlah iklan di TV nasional. Konon mereka rela sampai membelanjakan 20% profit mereka untuk membayar durasi tayang. Tiada lain untuk mengokohkan exist mereka di mata konsumennya. Akan terus bisa bertahan oleh badai persaingan, terus bergerak maju tanpa terpengaruh pesaing-pesaingnya. Kita sama tahulah, bagi perusahaan wajib begerak maju, apapun caranya perusahaan harus alami pertumbuhan dengan target.

Tak terkecuali juga kita sebagai sosok pribadi. Yang muda-muda akan terus mencari kelemahan kita. Yang muda merasa bangga bisa mengalahkan yang lebih tua. Saat yang tua terhempas, yang muda-lah memegang kendali. Maukah terhempas atau kembali mengekor?

Thus, Simak apa kata Blair Singer : Somewhere else in the world, someone is practicing while you're not, and when you meet him, he'll beat you. (Di tempat lain di dunia, saat seseorang berlatih, dan Anda sedang tidak. Ketika Anda bertemu dengannya, dia akan mengalahkan Anda pada saatnya).

Karena itulah para artis/aktor/penyanyi/eksekutif yang telah eksis sebelumnya berwanti-wanti persiapkan diri. Kita perlu jugakah?

Kembali sebagai pribadi saat ini misalnya; Baru saja ulung, baru saja keluar dari kesempitan/keterbelakangan, berangkat dari ‘nol’ sekarang sudah sampai ke nilai angka ’7,’ orang biasa (ordinary people) sekarang sudah hebat.

Seharusnyalah sisihkan penghasilan untuk menggali tahu dan ilmu, tidak konsumtif belaka. Sebisanya tidak pelit, walau sebenarnya feedback pada diri tidak tampak segera, akan pengeluaran yang ada. Tapi dalam jangka panjang kontribusinya akan membuat ‘gemuk’ kematangan (future benefit), di bidang apapun profesi kita saat ini.

Yang tidak mau, lalai, merasa cukup, apalagi takabur dari yang telah ada, takutnya akan seperti segitiga tidak sama kaki-terbalik mengerenyut. Tidak elok kan?

Apa bentuk investasinya? Ya, bisa buku-buku, pelatihan, seminar, menulis seperti tulisan ini atau pulsa untuk internet, hehe.

Ide Sederhana Jadi Membahana

By Golfing Enthusiast on 00.18

komentar (0)

Filed Under:


Saya tidak bisa menduga apa yang ada pada pikiran mbah surip si pelantun lagu ‘tak gendong’ sehingga tercipta lagu yang membuat dia terkesima dan optimis dengan karyanya.


Yang jelas saya jadi membayang pada dua contoh. Pertama ketika saya di Jakarta, ketika para pengojek dengan sepeda untanya yang siap mengantar kita dengan kayuhan pedalnya.

Kedua, teringat filem mandarin bruce lee yang menarik gerobak beroda dua terbuat dari kayu untuk membawa penumpang sambil berlari.

Dari kedua keadaan ini mungkin sudah lumrah. Dan sepertinya, walau kita selalu digendong dari kecil oleh ayah kita, namun belum ada yang mengangkatnya menjadi lebih unik menjadi sebuah angkutan yg baru. Kini dijadikan angan kesuksesan oleh mbah surip. Sehingga katanya ‘’Mendingan digendong daripada naik taksi atau pesawat tapi kedinginan’’ Hehe

Ada-ada saja! yang akhirnya menjadi kita tertawa dan senang mendengar LAGUnya. Tentu saja ditambah dengan karakter suaranya yang juga khas. Plus sedikit bahasa inggrisnya.

Nah, kira-kira dari pandangan di atas apakah pernah muncul di pikiran anda. Saya sudah melaksanakannnya walaupun baru hasilnya bisa membuat saya kuliah, beli laptop untuk sekedar saya menulis note ini

Itu ketika saya menginjakan kaki pada sebuah kota kecil. Pertanyaan saya ketika itu, apa sih yang lowong atau bentuk jualan yang tidak dikelola/luput dari warga tionghoa dan padang (minang) yang jago dagang.

Hem… karena setiap pagi pergi ke pasar, akhirnya saya menemukan yang luput itu menjadi puputan optimis saya pertama kali hasilkan uang tanpa modal dari usaha.

Kemauan dan potensi akal adalah modal! (bukan uang saja)

Wassalam, 09/08/09
Agus Hnedri


Antara Protes dan Optimis

By Golfing Enthusiast on 13.44

komentar (0)

Filed Under:

‘Kenapa ya kok anda bisa optimis? Kok saya ngak bisa yakin dengan kata ini!’ Huh! Pertanyaan yang bagus. Ingat, ya! Imajinasi itu seperti doa dan dunia maya/internet, menembus ruang dan waktu. Sedangkan bila kita mengandalkan otot untuk bekerja dan menghasilkan uang hanya menembus ruang saja, itupun jika mau membuka pintu dan tenaga. Alias tidak bermalas-malasan.


Keluarga, Saudara dekat, dan teman-teman pada protes. ‘’Kamu tidak banyak cakap dan terkesan pendiam. Carilah pergaulan, biar cepat sukses. Ini tidak…! di rumah saja tidak ‘keluar-keluar orang’. Padahal menjadi orang perantauan, pergaulan itu penting.’’ Begitu protes mereka. ‘’Saya tidak ingin mencari kawan. Tapi saya ingin membuat bagaimana orang lain lebih mudah dan senang hati menjadikan saya sahabat. Ada semacam kebutuhan khusus agar berteman denganku,’’ saya beri pemahaman ganjil.

Lain sesi kusampaikan, ‘’Saya juga tidak ingin terkenal, tapi hanya ingin bagaimana yang terkenal mendekati saya’’ nah lho!

Polanya, Saya diam-diam tetap bertindak dan terus berbuat. Apa yang saya buat mereka tidak sadari apalagi menduganya. Bahkan beberapa diantaranya jadi berbalik, yang memprotes mala saya pengaruhi pola pikirnya. Berusaha meyakinkan bahwa apa yang saya jalani adalah type dari alur menjadi diri sendiri.

Yang tidak habis pikir saat itu ialah saya sudah pandai berdagang kecil-kecilan. Memanfaatkan orang yang dikenal, baru dikenal atau mengenal yang pantas dikenal. Itu tentu saja dengan bergaul. Pergaulan yang memunkinkan bisa dimanfaatkan secara aksi cepat, itulah yang saya cari. Tapi kenapa masih dikatakan saya tidak bergaul, bisakah pedagang tanpa bergaul? Apalagi berdagang yang saya jalani tanpa modal, selain modal kepercayaan. Darimana sih mereka menilai? Begitulah situasi yang saya buat bias/semu seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bagaimana apakah anda bisa? hehe

Makanya sekarang, jika ada teman yang mau memanfaatkan saya, silahkan… asal jujur dan memang betul-betul ingin merubah nasib. Itu karena saya dulunya juga memanfaatkan orang orang lain. jadi setelah bisa, kita juga harus mau dimanfaatkan orang lain. itu baru adil dan sip!

Pernah saya bertanya dan menyuruh teman berdagang (bisnis). Apa jawabannya? Ngak ada modal katanya. Padahal potensi otak, hape, dan motor yang mereka miliki adalah modal. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja.

Ada beberapa cara agar apa-apa yang saya cita-citakan tetap bergerak dalam diam. Masih ingat, bagaimana Google datang dan diam-diam menekuk Yahoo! di persaingan iklan Internet? Ya, Google mengandalkan senjata iklan baris melawan iklan banner milik Yahoo!



Ini berharap apa yang dicitakan tidak mudah dipengaruhi orang lain, tetap fokus, dan tentu saja gebrakan sebelum didahului pesaing. Cara-cara itu dalam bentuk kiasan, kerendahatian, memberi contoh, melawan permusuhan dengan persahabatan, dan manipulasi keadaan yang seolah-olah menipu pikiran orang rata-rata kebanyakan. Berbuat seolah-olah tapi tidak berbohong apalagi pamer sebelum menempati atau bisa menanggulangi keadaan. Inilah yang istilah orang melayu ‘menyamar.’

Bayangkan saja, ketika ingin buat usaha rental dan jasa pengetikan komputer saya menghabiskan waktu 2 tahun menyiapkan segala peralatan satu demi satu. Itu karena keterbatasan modal dan ilmu. Dalam rentang waktu itu saya belajar troubleshooting komputer dan asessorisnya sekaligus menyiapkan proses usaha dengan membeli satu demi satu apa-apa yang diperlukan saat buka nanti.

Mencapai itu, ibaratnya memang ‘berpuasa’ penuh seperti pacaran dan kongkow-kongkow di kedai kopi. Selera dan keinginan lain yang tidak terduga juga ditahan. Pas waktunya oke, saya belikan komputer. Beberapa bulan kemudian ada uang lagi saya belikan printer. Begitu seterusnya seperti scanner, meja pendukung, bahkan nama tempat usaha. Saya persiapkan karena yakin pada waktunya saya akan menggebrak keadaan secara plok! Seperti tepung kue godok/adonan yang dimasukan ke minyak gorengan yang panas. Selama persiapan itu jika ada teman yang minta jasa juga saya layani di kamar sewaan.

Dan berikut ini, saya ‘tanamkan’ sejak masa sekolah sampai langkah saya saat ini. Untuk menjadi PNS itu bagi saya tidak perlu KKN. Begitu juga membuka usaha dagang, tidak perlu percaya dukun-dukunan. Semua bisa terbukti atas usaha, optimis, dan doa saja!

Bisa mencapai ujung optimis

Selama menempuh proses pencarian jati diri usaha dan pekerjaan, saya menemui banyak nasehat baik yang berbenturan. Bukan karena tidak mengerti, belum memikirkan sebelumnya, bukan terlena tidak mau peduli, atau barangkali keras hati. Tapi apa yang dinasehati basi semua. Tidak antusias lagi mendengarnya. Semua nasehat masih lagu lama. Sangat berbeda apa yang ada dibenak dan tetap fokus dengan keyakinan sendiri.

‘’Tuh, buktinya kamu belum berhasil’’, katanya. ‘’Menunggu waktu’’, kataku optimis.

Kenapa bisa begitu? Karena suka baca, merenung, mengamati. Bertanya mengapa begitu, kenapa bisa, kok dia bisa, adakah jalan lain, apa yang beda dan macam-macam pertanyaan dibenak. Kemudian hari-hari dilalui tanpa luput mengamati lingkungan dimana saja saya berada dalam situasi apapun. Akhirnya, apa yang kita tanyakan, tidak dipertanyakan atau terbayangkan orang lain tapi bisa dijawab sendiri. Walau kadang jawabannya baru didapat beberapa tahun kemudian.

Untuk lebih jauh memahami, mari kita lihat Pendapat Vernon A Magnesen (Quantum Teaching). Kita belajar 10% dari bacaan, 20% dari dengaran, 30% lihatan, 50 % dari lihat dan dengar, 70% dari yang dikatakan, dan 90% dari yang dikatakan dan lakukan. Inilah rupanya tanpa sadar saya lakukan.

Nah, kawan! Proses kematangan diri itu butuh istilah ‘jam terbang’, semakin banyak jam terbang kita maka semakin banyak pula masukan motivasi dan pelajaran berharga ke dalam diri kita. Dan memperbanyak jam itu memerlukan waktu yang panjang. Makanya kenapa saya bisa membuang malu, enjoy, nikmat demi memperbanyak jam terbang.

Masa kanak-kanak yang saya baca adalah koran2 bekas bungkus bawang dan ikan teri ibu dari pasar. Koran-korang yang dibuang orang dijalanan atau di pasar. Iklan-iklan/pamflet/banner produk yang ditempelkan masuk kampung. Buku-buku perpustakaan sekolah. Komik dan novel ketika booming penyewaan buku di zamanku.

Yang didengar, kala itu ada radio RRI dan Radio Warna Singapura, radio Nederland, Voa, BBC, setiap pagi saya intai setiap beritanya. Sedangkan dari lihatan segala pamflet yang bisa dibaca. Dan yang paling favorit adalah menonton siaran DIALOG dan liputan khusus TVRI wajib di relay stasiun swasta lain ketika itu.

Jadilah keluarga besar mencemooh. Disuruh kuliah tidak mau, dicarikan kerja tidak mau. Betul-betul mengherankan. Dimana letak ‘otak’ nya yang mengabaikan nasehat orang.

‘’ Saya mau dinasehati oleh diri sendiri dari hasil pengamatan sendiri, jadi diri sendiri, dan sekolah/kuliah sendiri’’ jawabku. Selalu nak tampil beda dari yang lain. Berubah-ubah, tidak mau standar. Akhirnya dikenal, disikapi, dan digosipi lain dari lain. Gimana itu logikanya lain dari yang lain itu? Hehe.

Ada juga seorang teman mengatakan saya misterius, dan orang seperti inilah katanya yang akan bunuh diri. Wau.. sory la ya!

Rupanya diam saya selama ini adalah mengendapkan ilmu dan menjalin sinyal-sinyal imajinasiku menjadi kesatuan yang bisa jadi tak terkalahkan, siapa taukan! Albert Einstein aja besar karena daya imajinasinya yang luar biasa.

Maka pernah saya menekankan untuk diri sendiri, berkhayal dan berimajinasi terhadap apa-apa yang saya inginkan. Akhirnya imajinasi itu seperti asap yang terkurung dalam sebuah ruangan, terus mencari cela agar bisa keluar dari keterkurungannya.

Diartikan; jika kita miskin kita bisa keluar dari kemiskinan. Jika kita ingin sekolah tinggi, tanpa diduga jalannya akan diberikan dengan mudah sampai waktunya, ada saja yang akan memudahkan dan membantu. Bukankah setiap perjalanan ada akhirnya atau singgahnya. Kalaupun transit, itu untuk menguatkan energi, menambah bahan bakar semangat. Begitu juga niat dan cita-cita kita pasti akan ada akhirnya sesuai yang kita impikan, right!

Setamat SMA tahun 1994 saya sudah berniat (vision) untuk kuliah ke pulau Jawa. Apa dikata, jangankan untuk bayar uang pangkal sekolah, untuk ongkos pergi saja nol persen. Tapi 14 tahun kemudian niat itu tercapai di UPI Bandung, itupun sebagai mahasiswa reguler dengan masuk tes yang ketat. Sayang sekali kali ini kuliah kembali gagal, tapi alhamdulillah berhasil dalam hal lain.

Tentu saja saya pastikan dengan yakin saatnya akan bisa bahkan kadang tanpa diduga dan disangka-sangka, itulah optimis.

‘Kenapa ya kok anda bisa optimis? Kok saya ngak bisa yakin dengan kata ini!’ Huh! Pertanyaan yang bagus. Ingat, ya! Imajinasi itu seperti doa dan dunia maya/internet, menembus ruang dan waktu. Sedangkan bila kita mengandalkan otot untuk bekerja dan menghasilkan uang hanya menembus ruang saja, itupun jika mau membuka pintu dan tenaga. Alias tidak bermalas-malasan.

Niat yang kita tanamkan menerobos apa saja. Begitu kuatnya daya imajinasi/bermimpi sadar yang diberikan Tuhan. Kenapa tidak kita optimalkan. Imajinasi itu membentuk jalan-jalan dan simpul-simpul berupa imfuls yang saling terkoneksi.

Anda bayangkan rangkaian tower BTS GSM. Sinyal mencari/melacak keberadaan dimana adanya chip kartu dengan identitas nombor yang jutaan (realisasi).

Begitu juga dengan imajinasi yang membentuk sebuah obsesi/cita-cita, kemudian action menjadi realisasi.

Kembali kenapa orang bisa optimis. Inilah anehnya otak sesorang yang terasa membaca seluruh strategi yang hakiki menjadi titik-titik kaki seperti sebuah chip elektronik. Ia tahu kemana sebuah jalur itu PCB itu bagaimana bekerja. Itulah langka pasti kita…

Untuk mengasah optimis, ambil saja contoh ketika kita membuat sebuah mainan dari kayu. Misalnya kita membuat sebuah gleder yang sedikit agak rumit. Pertama kita pikirkan rangkanya dan jadi. Berikutnya posisi ban dan belalai pembajaknya. Bila belum pas tentu kita ulangi, bila perlu kita amati dan survei ke bentuk aslinya. Begitu seterusnya. Awalnya begitu rumit tapi pada akhirnya anda bisa juga sampai pada bentuk sempurna yang menyerupai.

Contoh lain ketika anda ingin belajar gitar. Pertama anda pegang gitar, bandingkan kemampuan anda dan teman yang sudah mahir. Tanyakan pada diri anda, yakinkah anda akan bisa seperti teman itu. Bila sebelumnya anda berhasil membuat mainan maka kali ini yakin jugalah anda akan bisa belajar gitar. Eh, pada akhirnya anda pun pandai bergitar. Bahkan mengalahkan teman sebelumnya yang pernah mengajar anda.

Dari dua contoh itu, bisa jadi dilalui susah payah, dan mungkin saja memakan masa tahunan. Tapi anda telah bisa belajar optimis dari dua kejadian itu. ‘’Yaitu jangan katakan tidak bisa tapi belum bisa.’’

Ayolah! Masing-masing kita punya target dan optimis menjalani sebuah keyakinan. Kalau tidak terjun saja ke laut, cari kepiting, udang, dan gongong yang disediakan alam. Berpanasanlah sampai badan hitam legam. Atau barangkali cari ikan di sungai, sawah, dan rotan di hutan. Tapi sampai kapan alam akan menyediakan itu untuk kita jual jadikan uang?

Optimislah seperti orang yang telah sukses dari optimis-optimis yang aneh. Bila mau jadi PNS, tanamkan akan masuk ke dunia ini tanpa KKN. Jika ingin menjadi pedagang tanamkan tidak percaya dukun-dukunan. Percayalah pada Tuhan semata. Misalkan dengan menanamkan janji Tuhan yaitu akan mengangkat orang-orang berilmu beberapa derajat.

Memang menuju prinsip yang otpimis yakin akan berhasil itu memerlukan waktu yang panjang teman! Di mulai dari kesadaran kita sejak SD-remaja-pemuda-pemudi-beranak-pinak sekalipun. Apa yg bisa dibaca-bacalah!, jika baca koran/buku tamatkan bacanya. Agar kematangan pola pikir sampai juga/tamat. Jika menonton talkshow dialog sampaikan juga selesai ambil sebuah kesimpulan (resume). Jangan dari sinetron ke sinetron terus.

Apapun protesnya optimis tetap jalan, Sip!

Batam, 31 juli 2009

Regards

Agus Hnedri Chermin

Besarkan ‘Badan’ di Usaha Keluarga

By Golfing Enthusiast on 08.10

komentar (0)

Filed Under:


Bila pagi-pagi kelihatan mereka uda bersimbah peluh. Itu karena mengangkat barang dari gudang ke toko pajangan. Setelah selesai pengeluaran peluh (keringat) pun dilanjutkan dengan melayani pembeli. Belanjaan pembeli dibungkus rapi, dikemas dalam beberapa kardus dan mengantarnya ke pelabuhan.


Umur mereka terpaut dua tahun, lelaki dua beradik. Mereka bekerja pada paman mereka pada sebuah toko yang sangat ramai. Kelewat ramainya, sebuah toko harian itu tidak mampu lagi menampung ratusan items barang. Terpaksa menjadikan toko di sudut lain sebagai gudang (shed).

Keduanya warga tionghoa. Seharusnya mereka dalam umur menikmati sekolah menengah atas. Tapi pilihan mereka atau keluarga tidak demikian. Tapi harus membantu paman dalam berdagang sekaligus dalam mencapai reward harapan berupa gaji dan pengalaman pengelolaan sebuah usaha pedagangan grosir sejak dini.

Bila pagi-pagi kelihatan mereka uda bersimbah peluh. Itu karena mengangkat barang dari gudang ke toko pajangan. Setelah selesai pengeluaran peluh (keringat) pun dilanjutkan dengan melayani pembeli. Belanjaan pembeli dibungkus rapi, dikemas dalam beberapa kardus dan mengantarnya ke pelabuhan.

Tidak cukup sampai disitu, sorenya barang pasokan dari distributor juga datang. Peluh pun seperti tak mau berhenti membasahi baju dan celana pendeknya. Barang dari pelabuhan itupun mesti diangkut ke toko gudang. Malamnya mereka tak pernah kelihatan batang hidungnya. Mungkin menikmati waktu malam untuk istirahat.

Inilah jiwa muda yang kompak. Keberhasilan keluarga tidak melenakan mereka untuk sempat manja dan melenakan diri dalam nikmat kesuksesan keluarga. Mala sebaliknya bisa terlecut untuk juga sukses seperti keluarga terdahulu. Bukankah banyak jiwa muda yang mala menghabiskan harta orang tua, ini yang sangat patut tidak dicontoh.

Yang jadi pertanyaan. Siapa yang mampu mementorisasi jiwa bermain mereka bisa jadi pekerja yang ulet dan tanpa kenal lelah. Apakah karena orang tua, famili, ataukah kesadaran dari mereka sendiri.

Ketiga-tiganya benar. Orang tua berperan dalam mengasah dan melecut kesesuaian anaknya dalam menentukan jati diri sang anak. Hal ini bisa dilakukan bila orang tua masih punya wibawa menjadi mentor setiap waktu kepeutusan sang anak.

Family juga berperanan ikhlas dalam membantu dan mengangkat keluarga yang lain. Inilah mungkin mega pencapaian cita-cita atau janji mereka terdahulu jika mereka sukses juga bersedia membina dan membantu keluarga yang lain. Karena mereka juga menyadari sukses selama ini pun juga hasil binaan generasi sebelumnya.

Lalu bagaimana kesadaran dari diri sendiri. Siapa gerangan yang membangkitkan atau menanamkan sehingga mereka mau berpeluh-peluh banting tulang sejak dini. Mau menyadari bahwa dagang adalah jalan terbaik bagi masa depan mereka. Adakah karena mereka kaum minoritas di negara ini sehingga lecutan keluarga menjadi cepat membawa kesadaran dalam diri mereka.

Kesadaran alami memang ada yang terbangkit datang dari batin berupa keyakinan berupa aku pasti bisa. Dan iapun menjalaninya dalam bimbingan dan sentuhan dorongan keluarga.

Adakah cukup dengan kesadaran dan mengucapkan kata ‘bisa.’ Semudah itukah Jalan untuk sukses.? Ya, bakat dan talenta diri (kata hati) kadang berani mengatakan itu pada diri sesorang. Maka tanyalah apa kemauan dan bakat anda, sekarang juga. Dan tanamkan serta jiwai itulah keinginan. Yakinlah suatu saat itu akan datang. Pasti datang, walau tidak persis tapi bisa saja mendekati.

Selain menilik kata hati (bertanya pada bakat) Nasehat yang mengena bisa saja menyadarkan dan mendewasakan mereka pada posisi yang benar harus dijalani.

Sejenak merenung. Jika pernah sekolah, coba ingat apa saja kata-kata yang baik yang masih mengiang dari guru-guru kita. Kalau kita rajin membaca, juga apa kira-kira bacaan yang selalu menempel dan mengiangkan kita harus berbuat demikian. Jika kita sangat suka dan berminat pada sesuatu jalan apa kira-kira yang sudah ditempuh untuk implementasinya.

Kemudian kita sadari bahwa sesuatu kepandaian, skill, dan usaha perdagangan itu perlu dipelajari terlebih dahulu. Konsep jitunya adalah dengan memperbanyak jam terbang dalam bekerja, berlatih, dan kemudian baru mencobanya sendiri (try and trial) sambil terus dalam proses pelatihan diri. Jika masih terjadi kegagalan toh.. masih dalam proses memperbanyak waktu menempuh tujuan.

Memperbanyak jam terbang inilah kita samakan dengan memperdalam ilmu. Ilmu yang akan kita geluti. Semakin beresiko perjalanan dan terjal yang kita lalui semakin besar pula reward kesuksesan yang akan didapatkan.

Lalu timbul pertanyaan. Kita bekerja untuk mencari harta (gaji) atau mencari pengalaman (ilmu). Dua-duanya adalah pilihan terbaik tergantung dari sudut mana yang kita sukai. Mau mencari harta, silahkan. Toh.. pengalaman itu akan mengikutinya. Begitu juga mau mengatakan cari pengalaman silakan saja, toh.. uang juga akan mengikutinya. Tidak ada yang sia-sia kalau tubuh dari pagi sudah bergerak dengan tujuan mencari rezeki. Makanya kita disuruh bertebaran di muka bumi dimulai di kala pagi.

Kita bandingkan. Lihat pendaki gunung. Tentu berbeda reward dan aplaus pendaki gunung tengkuban perahu dengan para pendaki gunung kilimanjaro.

Maka jika anda masih muda saat membaca tulisan ini, tiada salahnya bercita-cita dan menanamkan bahwa anda telah mampu berpikir untuk masa depan yang lebih baik tanpa bermanja-manja dari hasil orang tua atau keluarga yang lain. Dan bahwa, menuruti keinginan dari diri sendiri itu akan membentuk kedewasaan diri dalam pengalaman tindak lanjut dalam mengambil keputusan yang terbaik kelak.

Saatnya tiada salah bekerja dengan sesungguhnya bersama usaha keluarga. Dimulai hari ini dan kedepannya ilmu-ilmu keluarga itu berpindah padamu. Dan ilmu-ilmu itu (pengalaman) makin mendapat puncaknya bila di-update sesuai kondisi kekinian. Seperti mengikuti model pakaian dan aliran musik yang sedang ngetrend. Dan Aburizal Bakrie adalah contoh nyatanya. Hargai dan kembangkan usaha keluarga setinggi-tingginya.

Lalu bagaimana kisah dua beradik itu. Yang satunya telah berhasil buka usaha perabot yang laris di kota yang sama. Dari sukses usaha perabotnya iapun kini gencar ekspansi usaha pada semua items peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik. Ia jadi bos disaat usia yang sangat muda, kemudian ia juga nekat berkeluarga di usia dininya. Siapa yang beri modal? Siapa lagi kalau bukan paman yang pernah dibantunya dari pagi berpeluh hingga sore.



Batam, 14 Mei 2009

Oleh Agus Hnedri Chermin